Selasa, 21 Februari 2012

Mozart Effect Hanya Sebuah Legenda?

Mendengar kata Mozart, hal pertama yang terpikirkan adalah tentang musik klasik. Musik klasik ini sudah sangat mendunia karena efek dari mendengarkan musik klasik tersebut diyakini dapat meningkatkan intelegensi seseorang. Sedangkan apabila kita berbicara tentang musik secara universal, banyak sekali kaitannya dengan matematika.
“Mozart Effect : Antara Benar atau Tidaknya Pengaruh Musik Mozart terhadap Tingkat Intelegensi Seseorang”

Sebelumnya akan saya ulas terlebih dahulu mengenai Mozart Effect. Tulisan ini saya rangkum dari beberapa sumber yang pro maupun kontra dengan pengaruh musik klasik terhadap tingkat intelegensi seseorang. Mozart sendiri adalah seorang musisi dan komponis besar yang merupakan salah satu dari tiga jenius musik bersama Ludwig van Beethoven dan Johann Sebastian Bach. Mozart, yang kemudian dikenal dengan musik Mozartnya, telah menghasilkan lebih dari 600 karya selama hidupnya yang hanya 35 tahun. Beberapa pihak yang percaya terhadap pengaruh musik klasik mampu mendorong tingkat intelegensi seseorang, salah satunya dengan adanya penelitian di University of California, Irvine yang dilakukan psikolog Frances H Rauscher dan rekan - rekannya. Hasil dari penelitian itu menyebutkan bahwa setelah diperdengarkan musik Mozart 1781 sonata yang dimainkan dengan dua piano dalam tangga nama D mayor (KV 448) terhadap beberapa siswa, ternyata dapat meningkatkan kemampuan mengerjakan soal-soal mengenai spasial (ruang). Namun seiring berjalannya waktu, beberapa pihak yang tidak percaya terhadap pengaruh musik klasik tersebut melakukan penelitian untuk mematahkan mitos Mozart Effect. Sejumlah peneliti dari University of Vienna, Austria yakni Jakob Pietschnig, Martin Voracek and Anton K. Formann melakukan penelitian terhadap 3000 partisipan dan menemukan hasil bahwa tidak ada efek apapun terhadap kemampuan kognitif apabila anda atau bayi anda sering mendengar musik klasik. “Silahkan anda mendengarkan musik Mozart, tapi jangan berharap itu akan mendorong kemampuan kognitif anda,” kata Pietschnig. Menurut dia, Mozart Effect adalah sebuah legenda.

“Sedikit orang yang berbakat untuk mengarang musik, tapi banyak yang dapat memahami, menyanyikan atau semata menikmatinya. Begitu juga matematika. Sedikit saja orang yang berbakat untuk menemukan fakta matematika baru. Tapi banyak yang dapat memahami, menggunakan atau semata menikmati keindahannya”

Membaca kalimat tersebut membuat kita menyadari bahwa matematika menyimpan keindahan tersendiri seperti halnya musik. Pelajar dapat diposisikan sebagai penikmat, dimana teorema - teorema yang mereka pelajari seperti halnya sebuah lagu yang dapat mereka nikmati tanpa harus bersusah payah menciptakannya. Namun, sebagai seorang pengajar ataupun calon pengajar harus dapat memposisikan dirinya seperti seorang komposer. Bukan dituntut untuk menemukan teorema - teorema baru, namun dapat mengaransemen cara mengajarkan matematika untuk lebih atraktif, dinamis, variatif sehingga dapat dinikmati keindahannya. Matematika adalah kebebasan, seperti ketika kita memainkan musik. Penikmat musik tentu akan jenuh apabila jenis musik yang ditawarkan monoton, misalnya dalam beberapa tahun ini didominasi oleh musik melayu yang mendayu - dayu dan sendu, kemudian ada gebrakan baru dengan menyuguhkan warna musik baru seperti boyband dan girlband (walaupun kalau saya bilang sebenarnya itu sebuah kemunduran dalam dunia musik). Sama halnya dalam matematika, penikmat matematika tentu akan bosan apabila cara penyampaiannya monoton dan kurang menarik. Oleh karena itu, seorang pengajar harus kreatif dalam menyajikan warna baru ketika mengajarkan matematika.
Well, Kembali ke masalah Mozart Effect, silakan anda untuk percaya atau tidak, namun setidaknya belum ada penelitian yang menyebutkan bahwa tingkat intelegensi anda akan menurun ketika anda mendengarkan musik klasik. Semoga postingan saya kali ini dapat menambah luas wawasan kita semua, serta menambah kecintaan kita terhadap matematika.

0 komentar: